KUMPULAN
MAKALAH
FIQIH MUAMALAH
DOSEN PENGAMPU : ZAENU AUHDI,L.c., M.H.I
OLEH
SEMESTER V
PROGAM SARJANA (S1), JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH
AL URWATUL WUTSQO
JOMBANG 2011/ 2012
JI’ALAH,
MUZAROAH, IHYAUL MAWAT
A.
JI’ALAH
1.
PENGERTIAN
JI’ALAH
Menurut
bahasa ji’alah berarti upah atas sesuatu prestasi. Dalam istilah lain, ji’alah
selalu pula diartikan dengan ‘’’sanyembara’’[1]. Ji’alah
itu adalah akad yang diperbolehkan.Yaitu seseorang yang menetapkan uang
Pengganti [sebagai upah] yang diumukan,bagi orang yang berhasil mengembalikan
barangnya yang hilang [2]
dengan bayaran yang ditentukan. Misalnya,seseorang kehilang kuda,dia berkata
‘’’Barang siapa yang mendapatkan Kuda ku dan dia kembalikan kepada ku, aku
bayar sekian.[3]
2.
RUKUN JI’ALAH ;
1.
Lafadz kalimat
itu hendaklah mengandung arti izin kepada yang akan bekerja juga tidak ditentukan waktunya.
2.
Orang yang
menjanjikan upahnya yaitu yang menjanjikan boleh orang yang kehilangan itu
sendiri atau orang lain.
3.
Pekerjaan yaitu
mencari barang yang hilang
4.
Upah
disyaratkan memberi upah dengan barang yang tertentu.
Misalkan,orang yang kehilangan itu berseru kepada masyarakat umum
,’’siapa yang mendapatkan barangku akan aku beri uang sekian.”kemudian dua
orang bekerja mencari barang itu barang sampai keduanya mendapatkan barang itu
bersama-sama,maka yang dijanjikan tadi berserikat antara keduanya.[4]
B.
MUZARO’AH
1.
PENGERTIAN
MUZARO’AH
Menurut
bahasa, muzaroah memiliki dua arti, yang pertama berarti Harh al
zur’ah(melemparkan tanaman) maksudnya adalah modal (al hadzar) yang bermakna
majaz dan makna yang kedua adalah makna hakiki[9]
Muzaro’ah
adalah penyerahan tanah oleh pemiliknya kepada si pekerja untuk di tanami
dengan syarat si pekerja akan mendapatkan bagian tertentu dari penghasilannya.
Sedangkan bibitnya dari pemilik tanah, jika bibit tanaman dari si pekerja ,
maka dinamakan mukhabarah.[10]
Muzaro’ah
dan Mukhabarah memiliki makna yang
berbeda, menurut al-rafi’i dan al-nawawi. Sedangkan menurut al-qadhi abu
thayid, muzaro’ah dan mukhabaroh
merupakan satu pengertian. Imam rofi’i dan imam Nawawi berkata ; bahwa dalam
muzaro’ah benih-benih tanaman dikeluarkan oleh tuan punya tanah . sedangkan
mukhabaroh benih-benih tanaman ditanggung oleh pengusaha (yang menyewa tanah).[11]
2.
RUKUN MUZARO’AH
Rukun Ji’alah ;
1.
Lafadz kalimat
itu hendaklah mengandung arti izin kepada yang akan bekerja juga tidak ditentukan waktunya.
2.
Orang yang
menjanjikan upahnya yaitu yang menjanjikan boleh orang yang kehilangan itu
sendiri atau orang lain.
3.
Pekerjaan yaitu
mencari barang yang hilang
4.
Upah
disyaratkan memberi upah dengan barang yang tertentu.
Muzaro’ah adalah penyerahan tanah oleh pemiliknya kepada si pekerja
untuk di tanami dengan syarat si pekerja akan mendapatkan bagian tertentu dari
penghasilannya. Sedangkan bibitnya dari pemilik tanah, jika bibit tanaman dari
si pekerja , maka dinamakan mukhabarah.
A. Latar
Belakang
Islam adalah suatu sistem dan
jalan hidup yang utuh dan terpadu (a comprehensive way of life).Ia memberikan
panduan yang dinamis dan lugas terhadap semua aspek kehidupan, termasuk sector
bisnis dan transaksi atau mu’amalah. Sangatlah tidak konsisten jika kita
menerapkan syariah Islam hanya dalam satu atau sebagian sisi saja dari
kehidupan ini.
mayoritas bangsa Indonesia adalah beragama islam,
namun faktanya sedikit sekali umat islam di masyarakat kita yang paham atau
mengerti tentang hukum-hukum atau
aturan-aturan dari mu’amalah dan
implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Mengingat pentingnya hal tersebut,
disini pemakalah akan menyajikan kajian fiqih muamalah yang meliputi kafalah,
syirkah, wakalah, dan ‘ariyah.
B. Rumusan
Masalah
1. apa yang dimaksud dengan
kafalah?
2. apa yang dimaksud dengan
syirkah?
3. apa yang dimaksud dengan
wakalah?
4. apa yang dimaksud dengan
‘ariyah?
C. Tujuan
- pembaca mengetahui kafalah.
- pembaca mengetahui syirkah.
- pembaca mengetahui wakalah.
- pembaca mengetahui ‘ariyah.
PEMBAHASAN
A.
KAFALAH
Definisi
Kafalah
Kafalah secara bahasa memiliki arti
al dhaman , hamalah, dan za’amah yang ketiganya berarti jaminan beban, dan
tanggungan. Secara epistimologi kafalah adalah menanggung atau menjamin sesuatu
yang ada pada tanggungan orang lain pada badannya. Definisi kafalah dan doman
hampir serupa, yang membedakan adalah doman menjamin harta sedangkan kafalah
adalah anggota badan. Menurut madzhab Syafi’i kafalah hukumnya mubah dengan
ketentuan yang di tanggung adalah berhubungan dengan haq adamy, seperti hukuman
qisos, qodzaf. Adapun hak-hak yang berhubungan dengan Allah, seperti hukuman
mencuri, syurbul khomer, dan zina tidak diperbolehkan kafalah didalamnya.
Landasan
Syari’ah
Kafalah mempunyai tiga landasan yaitu: Al Qur’an , Sunnah,
dan Ijma’ para ulama .
a.
Al Quran
Allah Ta’ala berfirman:
Penyeru-penyeru
itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
menjamin terhadapnya." (Surah Yusuf : 72 )
Ibnu Abbas berkata bahwa yang dimaksud dengan za’im dalam
ayat ini adalah kafiil penjamin .
Mereka
berkata,”Wahai Al Aziz dia mempunyai ayah yang sudah lanjut usia, karena itu
ambillah salah satu seorang diantara kami sebagai gantinya, sungguh kami
melihat engkau termasuk orang-orang yang berbuat baik.” (Surah
Yusuf : 78 )
b. Al
Hadits
Rasulullah ShalallahuAlaihi Wassalam pernah bersabda:
“Pinjaman
hendaklah dikembalikan dan yang menjamin hendaklah membayar “(Riwayat Abu Daud
)
Dalam riwayat lain diceritakan bahwasanya Nabi Saw pernah
menjamin sepuluh dinar dari seorang laki-laki yang oleh penagih ditetapkan
untuk menagih sampai sebulan , maka hutang sejumlah itu dibayarkan kepada
penagih .dan juga dalam riwayat lain bahwasanya Nabi Saw menolak mensholati
mayat yang mayatnya itu masih mempunyai hutang , kemudian salah seorang sahabat
meminta Nabi SAW mensholati mayat tersebut dengan hutang mayat tadi menjadi
tanggungannnya maka kemudian Nabi SAW pun menyolatinya
c.
Ijma’ Ulama’
Ulama’ sepakat tantang membolehkannya Al kafalah atau
tanggungan dalam sebuah tanggungan karena suatu kebutuhan manusia padanya dan
untuk mencegah bahaya yang lebih besar bagi pihak yang berhutang. Dan apabila
kafalah ini diberikan untuk menanggung seseorang yang mempunyai hajat yang
penting maka ia akan jadi sebuah ketaatan dan baginya disediakn pahala yang
besar
Rukun Kafalah
Adapun rukun-rukun kafalah terbagi menjadi empat, yaitu:
1.
kafiil : orang yang meberikan tanggungan.
2.
makfuul anhu: pihak atau orang yang mempunyai kewajiban atau
hutan
3.
makful lahu: orang yang mempunyai hak atau piutang
4.
makful bihi : hak tau
kewajiban yang seharusnya ditunaikan oleh makful anhu kedapa makful lahu.
Syarat Kafalah
- Dhamin , kafiil , atau zaim yaitu orang yang menjamin di mana ia disyaratkan: sudah baligh , berakal, tidak dicegah auntuk membelanjakan hartanya. Dengan kata lain ia merdeka untuk digunakan kepentingan apapun tanpa ada pihak yang membatasi kepentingan atau keleluasaan menggunakan harta tadi .
- Madhmun Lahu memiliki syarat: bahwa piutangnya diketahui oleh orang yang menjamin .
- Sedangkan madhmun bih adalah hak ,barang, atau utang itu sendiri yang dijadikan objek dan terutama pihak yang memberikan jaminan atau disebut juga dengan makful lahu harus mengetahui bahwa madhmun anhu memiliki hak yang belum ditunaikan kepada madhmun lahu .
- Dan Shigat atau lafazh yang diucapkan pada saat ijab Kabul terjadinya proses penjaminan adalah berupa ucapan yang diucapkan dengan jelas dan menyiratkan akan kesanggupannya dan tak dikaitkan dengan apapun serta tak dibatasi oleh waktu
B. SYIRKAH
Definisi
Syirkah, menurut bahasa, adalah ikhthilath (berbaur). Adapun menurut istilah syirkah (kongsi) ialah perserikatan yang
terdiri atas dua orang atau lebih yang didorong oleh kesadaran untuk meraih
keuntungan.
Landasan Syari’ah
a. Al Quran
Ayat-ayat Al Quran yang memerintahkan agar
ummat islam saling tolong menolong dalam berbuat kebaikan, seperti dalam QS. Al
maaidah:2 dapat dijadikan dasar hukum syirkah karena syirkah merupakan salah
satu bentuk pelaksanaan perintah tolong menolong berbuat kebaikan dalam hal
penghidupan.
“ Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah, dan
jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia
dan keredhaan dari Rabbnya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji,
maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu
kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong kamu
berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya”. (QS. 5:2)
b. Hadits
Syirkah hukumnya jâ’iz (mubah), berdasarkan dalil Hadis Nabi
saw. berupataqrîr (pengakuan) beliau terhadap syirkah.
Pada saat beliau diutus sebagai nabi, orang-orang pada saat itu telah
bermuamalah dengan cara ber-syirkah dan Nabi
saw. membenarkannya. Nabi saw. bersabda,
sebagaimana dituturkan Abu Hurairah ra.:
Allah
‘Azza wa Jalla telah berfirman: Aku adalah pihak
ketiga dari dua pihak yang ber-syirkah selama salah satunya tidak mengkhianati
yang lainnya. Kalau salah satunya berkhianat, Aku keluar dari keduanya. (HR Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni).
SyaratdanRukunSyirkah
a). SyaratSyirkah
1. orang
yang bersyirkahsudahbaligh, berakalsehatdanmerdeka.
2. pokokmaupun modalnya jelas.
3. orang
yang bersyirkahharusmencampurkeduaharta (sahamnya) sehinggatidakdapatdibedakansatudengan
yang lainnya.
4. anggarandasardananggaranrumahtanggajelas agar terhindardaripenyimpangan
– penyimpangan.
5. untungdanrugidiaturdenganperbandingan modal masing
– masing.
b). RukunSyirkah
1. anggota
yang bersyirkah.
2. pokok – pokokperjanjian
3. sighat (akad).
Macam-macam syirkah
a). Syirkah Inan atau
syirkah harta artinya akad dari dua orang atau lebih untuk berserikat harta
yang ditentukan oleh keduanya dengan maksud mendapat keuntungan (tambahan), dan
keuntungan itu untuk mereka yang berserikat itu. Akad ini terjadi dua orang
atau lebih dalam permodalan bagi suatau bisnis atas dasar membagi untung dan
rugi sesuai dengan jumlah modalnya masing-masing.
b). Syirkah Abdan atau
syirkah kerja adalah perserikatan antara dua orang atau lebih untuk
melakukan suatau usaha/pekerjaan yang hasilnya dibagi antara mereka menurut
perjanjian. Serikat ini terjadi apabila dua orang tenaga ahli atau lebih
bermufakat atas suatu pekerjaan supaya keduanya sama-sama mengerjakan pekerjaan
itu. Penghasilan (upah-nya) untuk mereka bersama menurut perjanjian antara
mereka.
c). Syirkah Mufawadhah
adalah bergabungnya dua orang atau lebih untuk melakukan kerja sama dalam suatu
urusan, dengan syarat-syarat:
Samanya modal masing-masing
Mempunyai wewenang bertindak yang
sama
Mempunyai agama yang sama
Bahwa masing-masing menjadi si
penjamin lainnya atas apa yang dibeli dan yang dijual.
d). Sirkah Wujuh adalah bahwa dua orang atau lebih membeli sesuatu
tanpa permodalan yang ada hanyalah berpegang kepada nama baik mereka dan
kepercayaan para pedagang terhadap mereka dengan catatan bahwa keuntungan untuk
mereka. Syirkah ini adalah syirkah tanggung jawab tanpa kerja atau modal.
e). Syirkah Mudhârabahadalah syirkah antara dua
pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal),
sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal (mâl).
HikmahdariSyirkahantara lain:
- Terciptanyakekuatandankemajuankhususnyadibidangekonomi.
- Pemikiranuntukkemajuanperusahaan
bisa lebihmantap, karenahasilpemikirandaribanyakorang.
- Semakinterjalinnyarasapersaudaraandanrasasoldaritasuntukkemajuanbersama.
- Jikausahaberkembangdenganbaik,
jangkauanoperasirasionalnyasemakinmeluas, makadengansendirinyamembutuhkantenagakerja yang banyak, iniberartisyirkahakanmenampungbanyaktenagakerjasehinggadapatmensejahterakansebagianmasyarakat.
C. WAKALAH
Islam mensyariatkan Al-Wakalah karena manusia membutuhkannya,
dan tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan
segala urusanya pada suatu kesempatan, karena itu ia perlu mendelegasikan suatu
pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya.
Definisi wakalah
Secara etimologi wakalah
bersinonim dengan tafwiid yang berarti menyerahkan sedangkan secara
epistimologi wakalah mempunyai arti penyerahan seseorang apa yang harus dia
lakukan dari apa yang boloeh diwakilkan
pada orang lain untuk dikerjakannya di masa hidupnya. Dalam perkembangan fiqih
Islam status wakalah sempat diperdebatkan : apakah wakalah masuk dalam niabah
yakni sebatas mewakili atau kategori wilayah atau wali? hingga kini dua
pendapat tersebut terus berkembang.
Pendapat pertama menyatakan bahwa wakalah adalah
niabah atau mewakili. Menurut pendapat ini, si wakil tidak dapat menggantikan
seluruh fungsi muwkkil. Pendapat kedua menyatakan bahwa wakalah adalah wilayah
karena khilafah (menggantikan) dibolehkan untuk yang mengarah kepada yang lebih
baik, sebagaimana dalam jual beli, melakukan pembayaran secara tunai lebih
baik, walaupu diperkenankan secara kredit.
Landasan Syari’ah
Wakalah
berlandaskan pada tiga asal hukum syar’i, yaitu:
a. Al-Qur’an
Salah satu dasar dibolehkannya al wakalah adalah
firman Allah swt berkenaan dengan kisah ashabul kahfi:
“Dan
Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka
sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu
berada (disini?)”. mereka
menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. berkata (yang lain
lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka
suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihat manakah makanan yang lebih baik, Maka
hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut
dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.” (Qs.
Al-Kahfi 19)
Ayat ini melukiskan perginya
salah seseorang ashabul kahfi yang bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya
sebagai wakil mereka dalam memilihdanmembelimakanan. Ayat lain yang
menjadi rujukan alwakalah adalah kisah tentang nabi Yusuf a.s saat ia berkata
dengan raja,
Berkata Yusuf: “Jadikanlah
aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai
menjaga, lagi berpengetahuan”. (Qs. Yusuf 55 )
Dalam konteks ayat ini nabi Yusuf siap menjadi wakil
dan mengemban amanah yang menjaga ”federal reserve” negeri mesir.
b. Al-Hadist
Banyak hadist yang dapat dijadikan landasan keabsahan
wakalah, diantaranya:
Bahwasanya Rasulullah saw, mewakilkan kepada Abu Rafi dan seorang ansar untuk mewakilinya mengawini Maemunah binti Al Harits (Malik , kitab al Muwatha, bab haji)
Bahwasanya Rasulullah saw, mewakilkan kepada Abu Rafi dan seorang ansar untuk mewakilinya mengawini Maemunah binti Al Harits (Malik , kitab al Muwatha, bab haji)
Dalam kehidupan sehari hari, rasulullah telah
mewakilkan kepada orang lain untuk berbagi urusan. Diantaranya adalah :
membayar utang, mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan
unta, membagi kandang hewan dan lain-lainnya.
c.
Ijma’
Para ulama’ bersepakat atas dibolehkannya wakalah.
Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal
tersebut jenis taa’wun atau tolong menollong atas kebaikan dan tawa. Seperti
firman Allah swt
… dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran… (Qs. Al-Maidah :2)
Dan Rasulullah bersabda :
“Dan Allah menolong hamba selama hamba
menolong saudaranya “(HR Muslim)
Rukun, Syarat dan yang membatalkan Wakalah
1. Rukun
a.
Muwakkil (yang mewakilkan)
b. Waakil
(yang mewakili)
c.(Taukil)
Hal hal yang diwakilkan
d. Ijab dan kabul
2. Syarat
a. Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuatu
yang di wakilkan
b. Orang mukallaf atau mumayyiz dalam batas-batas
tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat baginya sepeti mewakilkan untuk
menerima
c. Cakap hukum.
d. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
e. Wakil adalah orang yang diberi amanat.
f. Dengan jelas orang yang mewakili
g. Tidak bertentangan dengan syariah islam
h. Dapat diwakilkan menurut syariah islam
Wakalah tidak akan sah kecuali
jika semua syarat-syaratnya sempurna, Syarat-syaratnya itu diantaranya:
Syarat-syarat yang Mewakilkan
Yang dimaksud syarat yang mewakilkan adalah pemilik
yang dapat bertindak dari sesuatu yang ia wakilkan. Jika ia bukan
sebagai pemilik yang dapat bertindak, perwakilannya tidak sah. Seperti orang
gila dan anak kecil yang belum dapat membedakan. Salah satu dari keduanya tidak dapat mewakilkan
yang lainnya, karena keduanya telah kehilangan pemilikan, ia tidak memiliki hak
bertindak.
Syarat-syarat yang mewakili
Syarat ini disyaratkan pada orang yang mewakili; orang
berakal, kalau dia orang gila atau idiot, atau anak kecil yang tidak dapat
membedakan, maka tidak sah.
Syarat-syarat untuk hal yang
diwakilkan
Disyaratkan pada hal yang diwakilkan (muwakkal fih)
adalah bahwa ia diketahui oleh orang yang mewakili, atau tidak diketahui ia itu
buruk perlakuannya. Kecuali jika diserahkan penuh oleh orang yang engkau
kehendaki”. Dan disyaratkan pula bahwa hal itu dapat diwakilkan.Hal ini berlaku
untuk semua akad, yang boleh bagi manusia untuk ia akadkan sendiri, seperti
jual beli, sewa menyewa, berhutang, damai, hibah dan lain sebagainya.
3.Yang membatalkan wakalah
Akad wakalah berakhir sebagai berikut:
a. Matinya
salah seorang dari yang berakad, atau menjadi gila,. Karena salah satu
syaratwakalah adalah hidup dan berakal. Apabila terjadi kematian, atau gila,
berarti syarat sahnya menjadi tidak ada.
b. Di hentikannya pekerjaan yang
dimaksud. Karena jika telah terhenti, dalam keadaan ini wakalah tidak mempunyai
makna lagi.
c.
Pemutusan oleh orang yang mewakilkan
terhadap wakil sekalipun ia belum tahu.
d. Wakil memutuskan sendiri.
Tidak diperlukan orang yang mewakilkan mengetahui pemutusan dirinya atau tidak
diperlukan kehadirannya.
e.
Keluarnya orang yang mewakilkan dari status pemilikan.
Aplikasinya
Dalam Perbankan
Wakalah dalam aplikasi perbankan
terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan letter of credit dan transfer
uang.Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap
hukum. Khususnya pada pembukaan letter of credit, apabila dana nasabah ternyata
tidak cukup, maka penyelesaian L/C dapat dilakukan dengan pembiayaan
murabbahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyarakah.Tugas, wewenang dan
tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang
dilakukan harus mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh bank.Atas
pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat pengganti biaya berdasarkan
kesepakatan bersama.Pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan
disetujui bersama antara nasabah dengan bank.
D. ‘ARIYAH
Definisi
Ariyah ialah memberikan manfaat sesuatu yang halal
kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, agar
dapat dikembalikan lagi zat barang tersebut. Setiap yang mungkin dikembalikan
manfaatnya dengan tidak merusak zat barang itu, boleh dipinjam atau
dipinjamkan.
Landasan Syari’ah
a. Al Quran
Firman Allah SWT:
“Bertolong menolonglah kamu atas kebajikan dan taqwa kepada
Allah, dan janganlah kamu tolong menolong dalam perbuatan dosa dan bermusuhan” (Al-Maidah: 2)
Meminjamkan sesuatu berarti menolong yang meminjam. Firman Allah SWT:
“Mereka enggan meminjamkan barang-barang yang berguna (kebutuhan rumah tangga, seperti jarum, timba dll)”. (Al-Ma’un: 2)
“Mereka enggan meminjamkan barang-barang yang berguna (kebutuhan rumah tangga, seperti jarum, timba dll)”. (Al-Ma’un: 2)
Dalam surat tersebut telah diterangkan berberapa perkara yang tidak baik,
di antaranya hubungan bertetangga yang hendak pinjam meminjam seperti yang
tersebut di atas.
b. Hadits
Sabda Rasulullah SAW:
“Pinjaman wajib dikembalikan dan orang yang meminjam sesuatu
harus membayar.” (Riwayat Abu Daud dan Tirmizi, dan dikatakan Hadits Hasan)
Hukum Pinjaman
Asal hukum meminjamkan adalah sunat, seperti tolong
menolong dengan orang lain,adapun hukum kondisionalnya: kadang-kadang menjadi
wajib, seperti meminjamkan kain kepada orang yang terpaksa dan meminjamkan
pisau untuk menyembelih binatang yang hampir mati. Juga kadang-kadang haram,
kalau yang dipinjam itu akan berguna untuk yang haram.
Kaidah: “Jalan menuju sesuatu hukumnya sama dengan hukum yang dituju.”
Misalnya, seseorang yang menunjukan jalan kepada pencuri, maka keadaannya
sama dengan melakukan pencurian itu.
Rukun Pinjaman
1. Yang meminjamkan syaratnya
a.Ahli (berhak) berbuat baik sekehendaknya: anak kecil dan orang yang
dipaksa, tidak sah meminjamkannya.
b.Manfaat barang yang dipinjam dimiliki oleh yang meminjamkan, walau
dengan jalan wakaf atau menyewa sekalipun, karena meminjam hanya bersangkutan
dengan manfaat, bukan bersangkutan dengan zat. Oleh karenanya yang meminjamkan
tidak boleh meminjamkan barang yang dipinjamnya karena manfaat barang yang
dipinjam bukan miliknya. Hanya dia dizinkan mengambilnya, tetapi membagikan
manfaat yang boleh diambilnya kepada yang lain, tidak berlarangan, seperti dia
meminjam rumah selama satu bulan ditinggalinya hanya 15 hari, sisanya (15 hari
lagi) boleh diberikannya kepada orang lain.
2. Yang Meminjam
Hendaklah dia orang yang ahli (berhak) menerima
kebajikan. Anak kecil dan orang gila tidak sah meminjam sesuatu karena ia tidak
ahli (tidak berhak) menerima kebajikan.
3. Barang yang dipinjam syaratnya
a.Barang yang tentu ada manfaatnya
b.Sewaktu diambil manfaatnya, zatnya tetap (tidak rusak), oleh karenanya
makanan dengan sifat untuk dimakan, tidak sah dipinjamkan
c.Lafadz: kata sebagian ulama’ sah dengan tidak berlafadz
d.Mengambil Manfaat Barang Yang Dipinjam
Yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang
dipinjamnya hanya sekedar menurut izin dari yang punya, atau kurang dari yang diizinkan.
Umpamanya dia meminjam tanah untuk menanam padi, dia dibolehkan menanam padi
dan yang sama umurnya dengan padi, atau yang kurang seperti Kacang. Tidak boleh
dipergunakan untuk tanaman yang lebih lama dari padi kecuali ditentukan
masanya, maka dia boleh bertanam menurut kehendaknya.
e.Hilangnya Barang Yang Dipinjam
Kalau barang yang dipinjam hilang atau rusak sebab
pemakaian yang dizinkan, yang meminjam tidak mengganti karena pinjam meminjam
itu berarti percaya-mempercayai, tetapi kalau sebab lain wajib menggantinya.
Menurut pendapat yang lebih kuat, kerusakan yang hanya sedikit karena dipakai yang dizinkan tidaklah patut diganti, karena terjadinya disebabkan oleh pemakaian yang dizinkan (kaidah: Ridho pada sesuatu, berarti ridho pula pada akibatnya).
Menurut pendapat yang lebih kuat, kerusakan yang hanya sedikit karena dipakai yang dizinkan tidaklah patut diganti, karena terjadinya disebabkan oleh pemakaian yang dizinkan (kaidah: Ridho pada sesuatu, berarti ridho pula pada akibatnya).
f.Mengembalikan Yang Dipinjam
Kalau mengembalikan barang yang dipinjam tadi berhajat
pada ongkos maka ongkos itu hendaknya dipikul oleh yang meminjam.
Sabda Rasulullah SAW:
Sabda Rasulullah SAW:
“Dari Sumura: telah bersabda Nabi besar SAW; tanggung jawab
barang diambil atas yang mengambil sampai dikembalikannya barang itu” (Riwayat Lima orang ahli
Hadits selain Nasa’i)
Pada tiap-tiap waktu, yang meminjam dan yang
meminjamkan tidak berhalangan buat mengembalikan atau minta kembali pinjaman
karena ‘Ariyah adalah akad yang tidak tetap. Kecuali bila meminjam untuk
pekuburan, maka tidak boleh dikembalikan sebelum hilang bekas-bekas mayat,
berarti sebelum mayat hancur menjadi tanah, dia tidak boleh meminjam kembali.
Atau dipinjamkan tanah untuk menanam padi.
Ringkasnya keduanya boleh memutuskan akad asal tidak
merugikan kepada salah satu seseorang dari yang meminjam atau yang meminjamkan,
Begitu juga sebab gila maka apabila mati yang meminjam, wajib atas warisnya
mengembalikan barang pinjaman dan tidak halal bagi mereka memakainya, kalau
mereka pakai juga, mereka wajib membayar sewanya. Kalau berselisih antara yang
meminjamkan dengan yang meminjam (kata yang pertama belum dikembalikan,
sedangkan yang kedua mengaku sudah mengembalikannya), hendaklah dibenarkan yang
meminjamkan dengan sumpahnya, karena yang asal belum kembali. Sesudah yang
meminjam mengetahui bahwa yang meminjamkan sudah memutuskan akad, dia tidak
boleh memakai barang yang dipinjamnya.
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Kafalah adalah menanggung atau menjamin sesuatu
yang ada pada tanggungan orang lain pada badannya. Kafalah adalah muamalah yang
mengatur secara dil dan memilki maqashid menuju terciptanya kesejahteraan dan
kenyamanan sesama manusia.
2. Syirkah adalahperserikatan yang terdiri atas dua
orang atau lebih yang didorong oleh kesadaran untuk meraih keuntungan. syirkah
sangat bermanfaat terutama dalam memperkuat perekonomian bangsa. Adapun
macam-macam syirkah ada lima yaitu Syirkah Inan atau syirkah harta, Syirkah
Abdan atau syirkah kerja , Syirkah Mufawadhah , Sirkah
Wujuh , Syirkah Mudhârabah.
3. Wakalah adalah penyerahan seseorang apa yang harus dia lakukan dari apa yang boleh diwakilkan pada orang
lain untuk dikerjakannya di masa hidupnya. Karena apabila sudah meninggal maka
bukan dinamakan wakalah akan tetapi wasiyat.
4. ‘Ariyah ialah memberikan manfaat sesuatu yang halal
kepada yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusak zatnya, agar
dapat dikembalikan lagi zat barang tersebut. ‘Ariyah akan menjadi syah apabila
rukundan syaratnya dilakukan secara sempurna.
Daftar Pustaka
Al Quran Terjemah Departemen Agama. 2006
Muhammad bin Ismail. Sohih Bukhori. Beirut: Daar Al Fikr.
Muslim. Sohih Muslim. Beirut: Dar Al Kotob Ilmiyah.
Hasan Sulaiman
Dan Alwy Abbas. 2002. Ibanatul Ahkam.Beirut:
Daar
Al Fikr.
Ibnu
Hajar Al Atsqolany. 2003. Bulugul Marom.Beirut : Daar Al Kutub Al
Ilmiyah.
Musthofa .Dr. 1983. Tadzhiib. Daar Al Fikri.
Muhammad
Ad Dimasyqy. 2003. Rohmatul Ummah Fi
Ikhtilafi Al Aimmah. Beirut: Daar Kotob Al ilmiyah.
Mohamad Rifa’i.
1998. Mutiara Fiqh Jilid I. Semarang
: Wicaksana.
Sulaiman, Rasjid. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru.
[1] Helmi karim,fiqih muamalah,hal 45
[2]
Ma’ruf asrori,ringkasan figih islam,hal.83
[3]
Sulaiman Rasyid, fiqih islam,hal.305-306
[4]Ibid.hal
306
[5]
Helmi Karim, Op.Cit, Hal 45-46
[6]
Syarifudin Anwar Dan Misbah Musthoffa,Kifayatul Akhyar, Him 703
[7]
Helmi Karim. Op.Cit Hlm 46
[8]Sulaiman
Rosyid. Op.Cit.Hlm 306
[9]
Hendi Suhendi ,Fiqih Muamalah,Hal.153
[10]Ma’ruf
Asrori Opcit. 83
[11]Syarifudin
Anwar Dan Misbah Musthoffa,Op.Cit. Hal 708
[12]
Hendi suhendi,opcit ,hal,158
[13]
Sulaiman Rasyid, fiqih islam,hal.302 - 303
[14]
Hendi suhendi, Op.Cit, hal 156 - 157
[15]
Fuad Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum – hukum fiqih islam, hal 425
[16]
Ma’ruf Asrori, Op.Cit, hal 83-84
[17]
Hendi suhendi, Op.Cit, hal 265
[18]
Sulaiman Rosyid , fiqih islam. Hal 335
[19]Ma’ruf
Asrori. Op.cit hal 84
[20]
Hendi suhendi, Op.Cit, hal 267 - 268
[21]
Sulaiman Rosyid, Op.Cit, hal 336
[22]
Hendi suhendi, Op.Cit, hal 265
[23]
Sulaiman Rosyid , fiqih islam. Hal 335
Makasih makalahnya.
BalasHapus